SELAMAT DATANG DI SNVT P2JN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Jumat, 29 Januari 2010

INDONESIA ADOPSI STANDAR KONTRAK KONSTRUKSI INTERNASIONAL

Penggunaan standar konstruksi berstandar internasional masih minim digunakan terutama pada proyek-proyek konstruksi swasta. “Saat ini pemilik proyek (swasta) masih mengganggap lebih utama dibandingkan kontraktor. Dengan diakomodasinya standar kontrak konstruksi internasional lebih menjamin kesetaraan yang adil antara pengguna jasa (pemilik) dengan penyedia jasa (kontraktor/konsultan)” kata Kepala Badan Pembinaan Konstruksi dan SDM Sumaryanto Widayatin usai memberikan sambutan mewakili Menteri PU pada workshop internasional yang diselenggarakan oleh FIDIC (Federation Internationale des Ingenieurs Conseils), LPJKN, INKINDO dan Kementerian PU di Jakarta (28/1).
Keengganan swasta untuk menggunakan kontrak berstandar internasional juga diakui oleh Sarwono Hardjomuljadi, Ketua Bidang Litigasi, Mediasi Arbitrase dan Profesi LPJKN. “Banyak swasta masih menggunakan kontrak yang mengacu pada peraturan tahun 1941, bahkan kontraknya hanya tiga lembar. Karena “kue” yang sedikit, peminatny banyak sehingga pemilik proyek bisa mengatakan take it or leave it” terangnya.
Ketidaksetaraan ini mengakibatkan banyak muncul sengketa. Data di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), dari masalah sengketa yang terdaftar di Bani, separuhnya merupakan sengketa konstruksi.
Kurangnya penggunaan kontrak standar juga disebabkan karena standar kontrak internasional yang dikeluarkan oleh FIDIC karena faktor bahasa. “Saat ini kita sudah membuat kontrak standar FIDIC dalam bahasa Indonesia. Persaingan global juga menuntut kita untuk memahami standar kontrak internasional. Misalnya Filipina, tenaga ahlinya mahir bahasa inggris dan bersedia dibayar lebih rendah” kata Sarwono.
Untuk pengadaan barang/jasa pemerintah sendiri sudah mengadopsi standar kontrak internasional meskipun belum seluruhnya. “Kita konsisten ke arah sana. Revisi Keppres 80/2003 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah sendiri sudah mengadopsi ini. Kita targetkan 3-4 tahun kedepan kita sudah bisa mengadopsi keseluruhan.” ujar Sumaryanto. Hambatannya, tambah Sumaryanto adalah perlu kesiapan mulai dari kesiapan asosiasi profesi  dan badan usaha hingga pendidikan di perguruan tinggi kita. Lebih jauh lagi yang diperlukan adalah supply chain management sektor konstruksi sehingga pemerintah akan merevisi UU Jasa Konstruksi menjadi UU Sektor Konstruksi.
Standar kontrak konstruksi internasional yang dikeluarkan oleh FIDIC telah diadopsi di 75 negara di dunia termasuk Indonesia. Pekerjaan konstruksi yang didanai oleh pinjaman dari Bank Dunia, ADB dan JICA juga mensyaratkan kontrak mengacu pada FIDIC. FIDIC sendiri telah mengeluarkan 9 standar kontrak. Penggunaan standar kontrak yang adil dan berimbang antara pengguna jasa dan penyedia jasa diharapkan dapat menghindari terjadinya sengketa.
Dikutip dari www.pu.go.id

Senin, 25 Januari 2010

Supply Chain Management (SCM)

Perkembangan industri manufaktur belakangan ini berusaha meningkatkan efisiensi, khususnya pelaksanaan produksi yang semakin ketat dalam penggunaan sumber daya. Minimasi waste (pemborosan), peningkatan produktivitas, peningkatan efisiensi adalah hal-hal yang menjadi isu pokok dalam perkembangan industri manufaktur. Hal lain yang juga penting adalah peningkatan koordinasi menyeluruh dalam proses manufaktur, termasuk di dalamnya supply chain management (SCM).

Aplikasi SCM dalam manufaktur telah menghemat ratusan juta dolar dan tetap
meningkatkan layanan kepada pelanggan (O’Brien, 1998).

Industri konstruksi di sisi lain masih tertinggal dari industri manufaktur dalam
hal efisiensi pada prosesnya. Supply chain di dunia konstruksi masih dipenuhi dengan pemborosan dan masalah-masalah yang disebabkan oleh kontrol yang kurang  jelas (Vrijhoef dan Koskela, 1999). Dunia konstruksi adalah industri yang terdiri dari partisipan-partisipan yang multi-organisasional yang hubungannya bersifat sementara. Warren mencontohkan di Amerika diperkirakan lebih dari 30% biaya konstruksi jatuh pada kurangnya efisiensi, kesalahan-kesalahan, delay, dan komunikasi yang kurang baik karena tidak menyatunya para partisipan tersebut. O’Brien (1998) juga mengungkapkan bahwa desain supply chain yang kurang baik akan meningkatkan 10% biaya proyek yang sesungguhnya, demikian juga durasi proyek yang menjadi lebih panjang.SCM dalam konstruksi menawarkan pendekatan baru untuk mengurangi biayadan meningkatkan keandalan serta kecepatan dalam memfasilitasi konstruksi. Selainitu SCM dalam proses konstruksi adalah untuk mengurangi pemborosan dan berbagaimasalah yang ada dalam proses konstruksi. SCM meningkatkan efisiensi pada alur kerja sehingga lebih menghemat waktu dan biaya. Waktu pelaksanaan konstruksi akanlebih pendek karena pekerjaan didukung ketepatan antara tenaga kerja denganmaterial atau sumber daya yang lain, sehingga biaya akan berkurang karena alur kerjayang lebih pasti dan memungkinkan pengiriman just in time (Howell dan Koskela,2001).
Seiring dengan perjalanan waktu, perkembangan industri konstruksi tentunya akan berjalan kearah erkembangan seperti yang telah dicapai di kota-kota lain di luar negeri.

Untuk itu irasakan penting untuk mengetahui karakteristik SCM yang dikembangkan oleh para pelaku konstruksi.
Pelaksanaan konsep SCM dalam pelaksanaan konstruksi dan hal-hal yang masih mengikuti pola tradisional. Pola SCM tradisional dan non
tradisional dalam hal ini mengikuti beberapa aspek yang telah didefenisikan.
Sebelum melangkah pada proses bagaimana mengefisienkan proses produksi
dalam industri konstruksi seperti pada industri manufaktur, maka perlu diketahui lebih dahulu tentang karakteristik SCM pada kontraktor-kontraktor. Untuk itu ada tiga masalah pokok yang disimpulkan, yaitu:
-  Bagaimana kencenderungan kontraktor-kontraktor dalam pelaksanaan SCM jika dikategorikan atas SCM tradisional dan non-tradisional?
-     Apa kendala yang dihadapi oleh kontraktor-kontraktor dalam
pelaksanaan SCM?
-     Apa tujuan peningkatan pelaksanaan SCM kontraktor-kontraktor ?

Minggu, 24 Januari 2010

KONDISI 19 RIBU JALAN NASIONAL AKAN DITINGKATKAN

Kementerian Pekerjaan Umum (PU) berencana menggunakan tambahan alokasi dana penanganan jalan untuk menyelesaikan peningkatan kapasitas jalan sepanjang 19 ribu kilometer. Pemerintah melalui Departemen Keuangan menyebutkan akan menyediakan dana tambahan penanganan jalan sebesar Rp 15,8 triliun sebagai persiapan menghadapi ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA).
Dalam wawancara dengan wartawan di Jakarta, Kamis (21/1) Wakil Menteri PU Hermanto Dardak mengatakan, Kementerian PU telah melakukan identifikasi ruas jalan yang membutuhkan peningkatan kapasitas. Namun, alokasi anggaran regular yang diterima pada tahun ini hanya sebesar Rp 16,6 triliun yang mana, mutlak digunakan untuk menjaga kondisi jalan agar fungsional (preservasi).
Jumlah tersebut jauh lebih rendah daripada kebutuhan moderat Direktorat Jenderal Bina Marga sebesar Rp 27 triliun. Dengan adanya tambahan dana melalui stimulus fiskal itu maka program peningkatan dan pembangunan jalan baru yang sempat akan ditahan pada tahun 2010 dapat direalisasi.
"Yah kami bersyukur, kebutuhan moderat untuk jalan sebesar Rp 27 triliun dijawab dengan itu. Sekarang masih dalam proses. Seharusnya sih dalam waktu dekat supaya cepat diserap," ungkap Hermanto Dardak.
Dana tambahan tersebut akan dipergunakan untuk peningkatan dan pembangunan jalan baru senilai Rp 9,3 triliun dan sisanya sebesar Rp 6,5 triliun akan digunakan sebagai dana untuk program rehabilitasi jalan dan jembatan. Wakil Menteri PU mengaku belum mengetahuidana tambahan tersebut akan dikucurkan dalam bentuk APBN-P 2010 atau stimulus fiskal.
Peningkatan dan pembangunan jalan baru terutama akan dilakukan pada ruas jalan di Sumatera dan Jawa yang memerlukan penambahan kapasitas jalan menjadi 7 meter pada masing-masing jalur dengan dipisahkan median sebesar 1,2 meter. Jalan pada kedua pulau tersebut menjadi prioritas penanganan karena pusat ekonomi memang ada di Jawa dan Sumatera.
Di antaranya, dana stimulus fiskal itu akan digunakan untuk meningkatkan kapasitas jalan pada ruas Jakarta-Surabaya, lintas pantai timur Sumatera, dan membuka jalan dari tempat produksi primer menuju kawasan industri hingga tempat pengiriman ekspor. Rata-rata untuk konstruksi jalan baru dibutuhkan sekitar Rp 4 miliar per km.
"Proyek infrastruktur itu kan banyak yang multiyears jadi yah kalau dapat alokasi anggaran yah tinggal masuk-masukkan saja pada rencana yang ada," tutur dia.
Stimulus fiskal sebesar Rp 15,8 triliun itu akan menambah alokasi Dipa tahun 2010 sebesar Rp 16,6 triliun yang digunakan sebagian besar untuk rehabilitasi pemeliharaan jalan dan jembatan serta peningkatan dan pembangunan jalan dan jembatan. (rnd) (www.pu.go.id)