SELAMAT DATANG DI SNVT P2JN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Minggu, 21 Februari 2010

4 POIN PENTING DALAM PP No. 4/2010 BIDANG JASA KONSTRUKSI

Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah nomor 4 tahun 2010 yang merupakan perubahan atas PP No 28 tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Serta Masyarakat Jasa Konstruksi. Perubahan ini dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme dan akuntabilitas konstruksi nasional serta daya saing dalam era persaingan global saat ini. Demikian disampaikan Kepala Badan Pembinaan Konstruksi dan SDM Kementerian PU Sumaryanto Widayatin dalam temu wartawan di Jakarta (18/2).
Terdapat 4 poin penting perubahan dalam PP No.4/2010. Perubahan pertama adalah memperkuat kelembagaan jasa konstruksi dengan menetapkan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi sebagai Lembaga yang dinyatakan dalam UU Jasa Konstruksi No18/1999. Di PP sebelumnya tidak dinyatakan secara jelas Lembaga mana yang dimaksud, sehingga menimbulkan kerancuan akan lembaga mana yang ditunjuk oleh UUJK.
Dewan pengurus Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (selanjutnya disebut Lembaga) Nasional nantinya akan dikukuhkan oleh Menteri, sementara LPJK Daerah oleh Gubernur. Pengaturan mengenai masa bakti, tugas dan fungsi, mekanisme kerja dan tata cara pemilihan pengurus juga akan diatur melalui peraturan menteri.
Dengan pengaturan ini, keberadaan Lembaga dalam rangka menjalankan tugas sesuai amanat UUJK lebih kuat dibandingkan sebelumnya yang hanya diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Lembaga.
Kedua adalah dibentuknya sekretariat lembaga (LPJK) untuk meningkatkan akuntabilitas lembaga termasuk keberlangsungan program peningkatan sumber daya manusia jasa konstruksi.Tugas sekretariat lembaga akan mendukung pelaksanaan tugas lembaga baik administratif, teknis dan keahlian.
Selain itu pemerintah akan memberikan dukungan pendanaan untuk pelaksanaan tugas lembaga melalui sekretariat lembaga. Sebelumnya kesinambungan tugas lembaga tergantung dari masa bakti pengurus.
Perubahan ketiga yakni dalam hal klasifikasi bidang usaha yang disesuaikan dengan kebutuhan pasar dan standar yang berlaku internasional. Dalam PP No. 4/2010, klasifikasi bidang usaha diatur berdasarkan produk dan disesuaikan dengan klasifikasi internasional (Central Product Classification) yakni bangunan gedung, sipil dan mekanikal/elektrikal.
Perubahan keempat dilakukan guna melakukan pembenahan sistem sertifikasi dan registrasi badan usaha dan keahlian dengan dibentuknya unit sertifikasi oleh Lembaga. Pembentukan unit tersebut bertujuan agar Pemerintah dan Lembaga dapat mengontrol akuntabilitas proses sertifikasi karena unit tersebut akan diisi oleh para penilai yang memiliki kompetensi dan melibatkan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Biaya sertifikasi nantinya akan dimasukkan kedalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sehingga akan lebih akuntabel.
Pembentukan pengurus baru LPJK ditargetkan bisa rampung seluruhnya akhir 2011, namun BPKSDM menargetkan hal itu bisa dipercepat pada kuartal ketiga tahun ini. Selama masa transisi ini, demi pelayanan masyarakat, pengurus LPJK akan tetap menjalankan tugasnya sampai Dewan Pengurus LPJK yang baru dikukuhkan oleh Menteri.
Terkait dengan sertifikat yang ada saat ini, dinyatakan Sumaryanto tetap berlaku dan Lembaga juga diperbolehkan melakukan perpanjangan bagi sertifikat yang habis masanya tahun ini namun hanya satu kali perpanjangan saja. Dengan keluarnya PP ini diharapkan akan menjadikan asosiasi-asosiasi profesi semakin baik dalam menjalankan tujuan utamanya yakni meningkatkan kemampuan keahlian para anggotanya. Sumaryanto menyatakan tidak melarang asosiasi untuk mengeluarkan sertifikat (internal), namun apabila mengikuti tender harus menggunakan Sertifikat Keahlian Konstruksi Nasional Indonesia (SKKNI) yang dikeluarkan oleh unit sertifikasi Lembaga. 
Selama masa transisi ini juga, disamping dilakukan sosialisasi, juga disiapkan pembentukan Sekretariat Lembaga Nasional dan daerah dan penyiapan peraturan pelaksana lainnya

BINTEK BINA MARGA BERSAMA PERTAMINA GELAR WORKSHOP PEMANFAATAN ASPAL

Direktur Bina Teknik Ditjen Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum, Danis H. Sumadilaga meminta Pertamina dapat memenuhi kebutuhan aspal nasional sebesar 1,2 juta ton, sekaligus memberikan jaminan kualitas, delivery system dan kepastian harga.
Permintaan itu diungkapkan Danis dalam Workshop Pemanfaatan Aspal untuk Wilayah Barat 2010, yang digelar Senin (15/2) di Jakarta. Menanggapi permintaan itu Rudolf Dolok Saribu, Manager Niaga Bitumen menyatakan Pertamina akan berusaha memenuhi kebutuhan aspal Nasional dan kerjasama dengan pihak ketiga seperti Tipco, Esso dan BP yang kini dalam penjajakan.
Ditambahkan, pihaknya saat ini disamping memproduksi aspal minyak yang telah beredar dipasaran, juga  berencana akan memproduksi Super Aspal Pen 80/100 dengan Softening Point 45 – 55.  Dari hasil uji coba yang dilakukan di Sirkuit Sentul pada balapan A1 Grand Prix terbukti menunjukkan hasil yang baik, ujarnya.  Selain itu, guna mengantisipasi tuntutan spesifikasi aspal pihaknya bersedia bekerjasama dengan Puslitbang Jalan dan Jembatan, Balitbang Kementerian PU.  
Rudolf mengaku, pembahasan paling menarik dalam workshop adalah antisipasi oplosan aspal yang kerap terjadi. Menyikapi hal itu dirinya mengajak Ditjen Bina Marga untuk bersama-sama menyelidiki kasus tersebut guna mengetahui permasalahan yang terjadi. Apakah kesalahan itu dilakukan oleh pihak kontraktor atau agen Pertamina, tegasnya.
Lebih jauh dikatakan, untuk meningkatkan kelancaran distribusi, Pertamina akan menambah agen Terminal Aspal Curah di remote area yang rawan penyimpangan kualitas aspal.
Workshop ditutup oleh Taryono selaku Vice President Unit Niaga PT. Pertamina (Persero) didampingi Kepala Sub Direktorat Teknik Jalan, Hedy Rahadian dengan kesepakatan akan dilakukan evaluasi berkala antara PT. Pertamina (Persero) dengan Direktorat Jenderal Bina Marga.
Kegiatan dihadiri dari unsur Ditjen Bina Marga, Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional I – V (Wilayah Barat) beserta jajarannya, serta unsur Pertamina yang diwakili para agen dan distributor.

Kamis, 18 Februari 2010

PENINGKATAN RUAS JALAN SUB STANDAR SANGAT DIPERLUKAN


Ke depan pembangunan jalan baru dimungkinkan masih terus perlu dipacu. Begitu pula dengan peningkatan kapasitas ruas jalan nasional termasuk jalan Lintas. Bahkan di beberapa jalan lintas (Timur, Tengah, Barat) di Sumatera dan Kalimantan hingga kini lebarnya masih sub standar. Padahal ketersediaan infrastruktur jalan yang memadai seperti dinegara-negara maju dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi secara nasional.

“Porsentasi penggunaan jalan darat masih mendominasi. Terbukti hampir 90% pengguna jalan masih menggunakan transportasi darat ini,” ungkap Dirjen Bina Marga, Hermanto Dardak kemarin (17/) dalam Rapat dengan Komisi V DPR-RI di Jakarta.
Dijelaskan, dalam UU 38/2004 pasal 5 disebutkan peran jalan sebagai, prasarana distribusi barang dan jasa  dan kesatuan system jaringan jalan yang menghubungkan dan mengikat wilayah NKRI. Atas dasar itu diketahui peran jalan merupakan upaya mewujudkan 3 prioritas utama pembangunan. Dalam Pasal 14 ayat 2 wewenang pemerintah adalah mengatur, membina dan membangun serta melakukan pengawasan termasuk di dalamnya untuk ruas jalan Kota/Propinsi/Kabupaten.
Sejalan dengan itu pemerintah menginginkan 2014 Jakarta – Surabaya jalannya 4 lajur seluruhnya dilengkapi dengan garis median. Saat ini Demak – Kudus sudah 4 lajur. Untuk mewujudkannya dibutuhkan dana sekitar 1,4 Triliun. Kondisi seperti itu dimungkinkan keselamatan pengguna jalan lebih terjaga. Dirjen Bina Marga juga berharap peningkatan ruas jalan (pelebaran) bisa terwujud terutama jalan yang mendekati kota-kota besar di tanah air.
Hermanto yang juga Wakil Menteri Pekerjaan Umum menjelaskan, pajang jalan (2009) 34.600 km, namun kini telah bertambah menjadi 38.600 km, dengan tingkat kerusakan ringan secara nasional 11% atau sekitar 35 ribu km. Tahun 2004 tercatat rusak berat mencapai 11% dengan kondisi banyak lubang, sehingga menyebabkan kurang fungsional.
Pemerintah menargetkan sejak 2004 hingga 2009 berupaya menghapus jalan-jalan yang tergolong rusak berat dengan program tutup lubang. Sedini mungkin kerusakan kecil segera diperbaiki. Dirjen Bina Marga mengakui jaringan jalan nasional mengalami backlog yang cukup tinggi. Sementara begitu banyak umur jalan yang sudah mendekati  10 tahun, namun belum diperbaiki. “ Banyak yang kini tinggal 2-3 tahun lagi, temponya habis. Dan ini perlu dilakukan pembenahan segera jika tidak ingin kerusakan menjadi lebih parah,” tutur Hermanto.
Dicontohkan, ruas Pati-Juwana selama 2 minggu tergenang banjir. Kondisi seperti itu tentu saja akan mempercepat kerusakan secara ekskaltif. Anggaran untuk merekonstruksi ditaksir mencapai  Rp 3-4 miliar per km. Sementara itu untuk menjaga daya saing kondisinya perlu terus ditingkatkan.
Menyinggung penanganan jalan tol Hermanto Dardak menyatakan, keberadaan jalan bebas hambatan ini cukup penting untuk mempercepat pemerataan pembangunan serta keseimbangan dalam pengembangan wilayah. Meski demikian, sebisa mungkin tidak memberatkan dana pemerintah. Permasalahannya, hambatan penyebab macetnya pembangunan ruas tol seperti pengadaan tanah, dan sebagian konstruksi mengharuskan pemerintah harus terlibat. Dari target yang harus dicapai sepanjang 800 km hingga 2014 mendatang dibutuhkan dana sekitar Rp 61,2 Triliun. 14 ruas telah dilakukan Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT), dan tinggal 1 ruas tengah dipersiapan. Dukungan dana APBN yang diharapkan dari pemerintah sebesar Rp 22,93 triliun, untuk dipergunakan Land Capping (2,7 T), Pegadaan Tanah (1,9 T) dan konstruksi (18,9 T).
Badan Layanan Umum (BLU), yang memfasilitasi dana talangan untuk pengadaan tanah mulai 2007 – 2010 tercatat sebesar Rp 1,4 Triliun. Dana itu sudah disalurkan bagi 13 ruas jalan tol (3,4 M). Kebutuhan untuk 22 ruas diperkirakan Rp 12,7 T. Adapun untuk 2010 -2013 ditaksir masih kekurangan senilai  Rp 6 Triliun.
Atas dasar tersebut, masih diperlukan dukungan pemenuhan sumber dana BLU – BPJT dari APBN (bukan dari pinjaman Pusat Investasi Pemerintahan (PIP) dan percepatan proses penyelesaian UU Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum, tambah Hermanto Dardak.
Sementara itu, pimpinan Rapat Muhidin Muh. Said (F-PG) menilai, satu sisi pemerintah menginginkan kondisi jalan stabil. Disisi lain, kondisi keuangan negara belum memungkinkan. Tahun 2010 (sesuai RENSTRA) Ditjen Bina Marga mengusulkan dana penanganan jalan Rp 27 Triliun. Kenyataan yang disetujui hanya Rp 18 Triliun. Ini adalah contoh indikasi yang jauh dari harapan. Dia berharap meski dana yang dikucurkan terbatas, namun upaya meng-fungsionalkan seluruh jaringan jalan adalah tugas pemerintah, ujarnya.

Kamis, 04 Februari 2010

JASA KONSTRUKSI NASIONAL HARUS WASPADAI SERBUAN ASING


Kepala BPKSDM Sumaryanto Widayatin mengatakan Indonesia perlu menentukan langkah pengembangan pembinaan jasa konstruksi yang jelas dan terarah. Jika tidak segera dilakukan, pasar jasa konstruksi hingga tenaga kerja bidang konstruksi tergusur teratur dari negeri sendiri. “Saat ini saja dari 5,7 juta tenaga kerja konstruksi baru 3 %-nya yang memiliki sertifikat”, ungkap Sumaryanto saat membuka Workshop Penyusunan Rencana Kegiatan Tahun 2010 dan Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan Tahun 2009 dalam Rangka Pelaksanaan MoU Menteri PU, Menakertrans & Ketua LPJKN Kamis di Jakarta (04/02).
Tentunya jumlah ini menjadi acuan penting bahwa tenaga kerja konstruksi Indonesia belum siap untuk menghadapi persaingan global yang saat ini tengah kita hadapi. Dikhawatirkan bukan hanya produk luar negeri, seperti China, yang akan merajai pasar dalam negeri, tapi tenaga kerjanya juga akan menguasai pasar konstruksi dalam negeri.
Ditjen Bina Lantas Kemenakertrans yang diwakili Joko Mulyanto pun mengakui jika tingkat pengangguran saat ini masih cukup tinggi.  Terlihat dari jobfair yang diadakan secara rutin oleh Kemenagkertrans masih terus membludak dikunjungi para pencari kerja. Namun kenyataan yang lebih menyedihkan, ternyata lapangan pekerjaan yang masih ada pun tidak bisa seluruhnya diambil oleh para pencari kerja karena tidak sesuai kompetensi.
Oleh karena itu solusi yang bisa dilakukan Pemerintah adalah dengan membuat dan melaksanakan program yang bisa menyerap sebanyak mungkin tenaga kerja, serta meningkatkan kompetensi dan daya saing tenaga kerja konstruksi. Kementerian PU dalam hal ini berupaya untuk mewujudkan sebanyak mungkin program yang akan meningkatkan kompetensi tenaga kerja terampil konstruksi melalui program yang ada di Pusat Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi (Pusbin KPK).
Kepala BPKSDM mengingatkan pentingnya kompetensi tenaga kerja konstruksi, mengingat selama ini pelaku jasa konstruksi sendiri tidak memperhatikan masalah tersebut, salah satunya dengan alasan mengurangi profit. Namun ke depan permasalahan ini akan menjadi isu penting bagi semua pihak terutama dalam memenangkan pasar jasa konstruksi dari serangan asing.

JALAN NASIONAL DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU


Dengan di terbitkannya Surat Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No : 631/KPTS/M/2009 tanggal 31 Desember 2009, Provinsi Kepulauan Riau telah memiliki jalan berstatus Nasional. Total panjang jalan Nasional adalah 333,995 Km. Jalan Nasional ini tersebar di masing-masing pulau yang berada di wilayah Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Kepulauan Riau.

Adapun Ruas jalan Nasional terdapat di Kota Tanjungpinang, Kabupaten Bintan, Kota Batam, Kabupaten Karium dan Kabupaten Natuna. Untuk ruas jalan yang ada di Kabupaten Lingga dan Jalan Lintas Barat (Kabupaten Bintan) merupakan Jalan Strategis yang akan di tetapkan dengan SK Menteri Pekerjaan Umum.

RAPAT PRE CONSTRUCTION MEETING

Pada hari ini Rabu tanggal 3 Februari 2010 telah dilaksanakan Rapat Pre Construction Meeting di pada SNVT Preservasi Provinsi Kepulauan Riau dan SNVT Pembangunan Jalan dan Jembatan Provinsi Kepulauan Riau, yang diikuti oleh seluruh rekanan yang telah menandatangani kontrak kerja konstruksi masing-masing paket yang tersebar di wilayah Provinsi Kepulauan Riau.

Adapun paket di SNVT Preservasi sebanyak 7 (tujuh) paket dan 16 Paket di SNVT PJJ (5 Paket Jembatan dan 11 Paket Pembangunan/Peningkatan Kapasitas Jalan).

Adapun Agenda PCM dimulai dengan penjelasan dan pemaparan paket keitan dan Rencana Mutu Proyek (RMP) dari masing-masing Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), tanya jawab dan dilanjutkan dengan Pemaparan Rencana Mutu Kontrak (RMK) dari rekan termasuk metode pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang akan dilaksanakan.

Senin, 01 Februari 2010

AUDIT KEMANFAATAN PROGRAM YANG DIDANAI KEMENTERIAN

Kementerian Pekerjaan Umum (PU) perlu melakukan evaluasi dan audit terhadap sejumlah proyek-proyek infrastruktur tertentu yang pemanfaatannya belum optimal dirasakan oleh masyarakat. Dikarenakan, terdapat beberapa proyek di daerah yang kurang tercapai pemanfaatannya.
Demikian disampaikan Ketua Komisi V DPR RI Taufik Kurniawan dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Kementerian PU, Kamis (28/1).
Dari peninjauan di lapangan, Komisi V DPR RI melihat masih terdapat infrastruktur yang pemanfaatannya kurang dirasakan oleh masyarakat. Dicontohkannya, rusun bagi mahasiswa di Jambi belum dapat dihuni karena utilitas dan fasilitas penunjang belum ada. Pelaksanaan audit terhadap pelaksanaan pekerjaan infrastruktur perlu dilakukan sesuai salah satu fungsi DPR-RI untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan apakah benar-benar dana tersebut dimanfaatkan sesuai dengan rencana atau tidak.

Sementara itu, Inspektorat Jenderal Kementerian PU Basoeki Hadimoelyono mengatakan dengan audit kemanfaatan dapat diketahui bahwa kegiatan proyek sesuai dengan tolak ukur dan rencana yang telah ditetapkan. Selain itu, audit kemanfaatan termasuk kegiatan evaluasi dalam rangka audit keteknikan untuk menjamin optimalisasi kegiatan yang belum optimal.
 
Pelaksanaan audit disesuaikan dengan PP No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintah. Untuk mendukung evaluasi dan audit kemanfaatan, instansi harus menyelenggarakan dokumentasi yang baik. Jika dari hasil audit ada kekurangan dalam hasil pekerjaan, maka perlu dilakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk kerjasama baik antar instansi pemerintah pusat  dengan pemerintah daerah kaitannya dengan kendala pekerjaan proyek-proyek infrastruktur. (www.pu.go.id)